Barbie; Anak Sebagai Potret Perilaku Orang Tua

Menurut saya, film ini merupakan ungkapan kritis atas peristiwa-peristiwa paradoks yang belakangan ini muncul dalam semesta masyarakat moder...

Menurut saya, film ini merupakan ungkapan kritis atas peristiwa-peristiwa paradoks yang belakangan ini muncul dalam semesta masyarakat modern kota besar yang dinamis. Temanya tidak terlalu jauh seperti film kritik tentang buruknya birokrasi, populernya operasi plastik, atau bagaimana nasib masyarakat miskin di daerah urban, kali ini tema muncul di wilayah pendidikan anak dan pola komunikasi sosial berikut dampaknya pada perkembangan. Tema kritis yang nampak umum ini kemudian menjadi menarik ketika sineas Rembulan Sekarjati mengangkatnya ke dalam layar film dengan pendekatan yang tidak biasa. 

Film memiliki makna yang dapat diartikan apa saja oleh para penikmatnya. Begitu juga dengan film Barbie ini Sekalipun secara akting dan kualitas masih bisa dieksplorasi secara lebih mendalam, namun secara konsep cerita dan cara penyampaian pesan yang matang membuat film pendek ini nampak berbobot dan pesan moral yang relevan dengan konteks manusia modern. Lihat bagaimana perilaku seorang anak dibentuk oleh pola komunikasi yang terjadi sehari-hari di lingkungan keluarganya. 

Tidak hanya menyentuh batas-batas perilaku yang nampak tabu dan janggal dalam konteks usia, film ini mencoba menggambarkan bagaimana sebuah interaksi orang tua begitu memengaruhi ruang imajinasi anak yang harusnya memiliki luas yang tak terbatas. Alih-alih berkembang, justru menjadi terbelenggu hal-hal yang tidak sesuai dengan usianya. Karena pendidikan anak bukan hanya datang melalui cara mendidik sebagai orang tua, tetapi juga apa-apa yang orang tuanya juga lakukan sebagai seorang manusia. Anak-anak menirunya dengan cara yang tidak akan pernah orang tua mereka bisa pahami.


Orang-orang di sekitar kita adalah cermin bagi diri kita, seperti halnya kita adalah cermin bagi orang-orang tertentu di sekitar kita. Begitupun anak, yang setiap hari memiliki waktu interaksi yang lebih intim dengan keluarga intinya, apa yang dia lakukan sesungguhnya merupakan refleksi dari perilaku kedua orang tuanya atau siapapun yang membesarkannya. 

Jujur, film ini memiliki dampak tertentu bagi saya, terutama karena saya adalah orang tua dengan seorang anak. Yakni, bagaimana semesta film bekerja dalam ruang lingkup pemikiran penontonnya dengan menciptakan situasi empatik dengan menempatkan sudut pandang penonton sebagai tokoh dalam film tersebut dan merasakan kondisi yang sama. Bereksperimen dengan pilihan-pilihan pemikiran dan tindakan berikut nilai-nilai yang melekat bersamanya.

Ketika menikmati film ini, saya menempatkan diri sebagai orang tua yang secara sadar atau tidak sadar segala perilaku saya dan istri saya diperhatikan oleh anak saya. Kondisi yang membuat saya menyadari bahwa tidak boleh ada kepura-puraan dalam pendidikan anak. Kejujuran dalam perilaku, menjaga kehormatan, wibawa, dan berbuat sesuatu untuk mempertahankan nilai-nilai baik yang dianut tidak boleh dicederai dengan kepura-puraan atau sekedar mengajarkan slogan-jargon. 

Toh, saya juga paham, anak secara biologis belum tentu menjadi anak secara ideologis. Suatu saat mereka mungkin akan menjadi dewasa dan bebas menentukan kemana mereka akan melangkah. Mereka akan memiliki banyak teman dan saudara, dan orangtua-orang tua ideologis mereka di tempat lain. Namun, anak tetaplah anak, yang pada namanya tertumpu harapan besar orang tua akan berlangsungnya kehidupan umat manusia pada generasi selanjutnya. (yes)

You Might Also Like

0 comments

Mari bertukar pikiran...